Minggu, 26 November 2017



ANALISIS FILOSOFIS TENTANG PENDIDIK DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
   Dosen           : EUIS DEWI WIJAYANTI, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh              : M. Farhan Sahlani
                                    Tingkat/Semester        : IID/IV
                                    Fakultas/Jurusan         : Tarbiyah/PAI

INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG (IAIC)
SINGAPARNA – TASIKMALAYA
2016/2017

KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberi Penulis kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini sehingga dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam yang berjudul “Analisis Filosofis tentang Pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam”. Namun demikian semoga makalah ini tidak hanya bermanfa’at bagi Penulis namun juga bisa bermanfa’at dan menambah wawasan bagi semua pihak.
Dalam pembuatan makalah ini Penulis tidak terlepas dari berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang Penulis miliki, namun berkat petunjuk Allah SWT, motivasi, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dengan izin Allah SWT, tugas makalah ini dapat di selesaikan.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritikan kepada Pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk masa yang akan datang, semoga makalah ini ada manfa’atnya.


Cipasung,  2  Maret 2017
Penulis


BAB I

PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
Salah satu komponen penting dalam sistem Pendidikan Islam adalah Pendidik. Komponen ini berinteraksi dengan peserta didik dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus menentukan ke mana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan.
Konsep pendidik akan membedakan pandangan pendidikan lainnya, tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman maksimal manusia.
Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dalam perspektif Filsafat Pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang pendidik.
Makalah ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam. Diharapkan makalah dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang komponen tersebut sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.

1.2              Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian Pendidik ?
2.      Bagaimana analisis filosofis tentang pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam ?

1.3              Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian Pendidik.
2.      Untuk mengetahui analisis filosofis tentang pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam.

BAB II

PEMBAHASAN


2.1              Pengertian Pendidik
Secara etimologi Kata pendidik berasal dari kata dasar didik, yang memiliki arti memelihara,merawat, dan memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan seperti sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya. Selanjutnya dengan menambah awalan pe sehingga menjadi pendidik  yang berarti orang yang mendidik.
Pendidik menurut Ahamat Tafsir adalah orang yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan dan perkembangan potensi anak didik, baik itu berupa potensi kognitifnya maupun potensi psikomotoriknya.
Sementara pendidik menurut Imam Barnadib adalah tiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi  orang lain untuk mencapai kedewasaan. Pendidik terdiri dari orang tua,  orang dewasa lain yag bertanggung jawab tentang kedewasaan anak.
Selanjutnya, Ahmad D. Marimba memandang pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik manusia dewasa karena hak dan kewajiban yang bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik
Dalam Undang –Undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 bab 1 pasal 6, dibedakan antara pendidik dengan tenaga pendidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masayarakat yang mengabdikan diri dan di angkat untuk menunjang  penyelenggaraan pendidikan. Sementara pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, fasilitator yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Di dalam ilmu pendidikan yang dimaksud pendidik ialah semua orang yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan kebudayaan.[1]
Dalam pengertian yang lebih luas pendidik  dalam persfektif pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan  yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran islam. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah saja tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai dari alam kandungan sampai ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.[2]
Pendidik  merupakan  orang  yang  membimbing  terjadinya   proses pendidikan pada  peserta  didik,  sehingga  pendidik  memiliki  tanggungjawab  terhadap  keberhasilan atau kegagalan pendidik.  Seorang pendidik seyogyanya memiliki kelebihan dari peserta didik,  yang  membuat  peserta  didik  merasa  tergantung,  dan  sangat  membutuhkannya. Menjadi pendidik merupakan fitrah setiap manusia dalam memenuhi tanggungjawabnya sebagai orangtua terhadap anaknya.
Sesuai dengan hal ini,  M. Fadhil Jamil memaknai pendidik sebagai orang yang mengarahkan  manusia  kepada  kehidupan  yang  baik,  sehingga  terangkat  derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.[3]
2.2              Analisis Filosofis tentang Pendidik dalam Filsafat Pendidikan Islam
Dalam  Islam  terdapat  beberapa  kelompok  pendidik,  yaitu  Allah  SWT.  seperti yang tergambar dalam  surah Al-Baqarah ayat 31 berikut.

Artinya : Dan Allah mengajarkan kepada Adam as. nama-nama semua benda yang ada,  kemudian  ditunjukkannya  kepada  malaikat,  dan  berkata, “Terangkan  kepadaku  nama-nama  semua  benda  ini,  jika  kamu  semua adalah orang yang benar”.
Adapun  pendidik  dalam  Islam  adalah  semua  manusia  dewasa  yang  memiliki tanggungjawab  pendidikan,  yaitu  orangtua  dari  setiap  anak  yang  dilahirkan. Pendidik azasi  dan  sebenar-benar  pendidik  adalah  Allah  SWT.  sebagaimana  Adam  manusia pertama  yang  diciptakan  Allah  SWT.  langsung  dididik  pisik  maupun  mentalnya  oleh Allah SWT. Manusia sebagai pendidik hendaknya tidak lari ketentuan-ketentuan Allah, serta memiliki  sifat-sifat  asmaul  husna  yang  patut  dimiliki  manusia.  Manusia bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Hadits nabi Muhammad saw. berbunyi :
(روه بخاري) كُلُّكُمْ رَاع وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Masing-masing kamu adalah pemelihara, dan setiap pemelihara akan diminta pertanggungjawaban atas peliharaannya”.
Sesuai dengan hal di atas Ramayulis mengklasifikasikan pendidik menjadi beberapa bentuk, yaitu Allah SWT. seperti yang termaktub dalam Al-Quran surah Al-Fatihah ayat 2.
Pendidik  yang  kedua  adalah  Nabi  Muhammad  SAW.  Nabi  Muhammad  SAW. Merupakan  utusan  Allah  yang  merupakan  perpanjangan  tangan  dari  Allah  dalam menyampaikan  ajaran-ajaranNya.  Nabi  menerima  wahyu  dari  Allah  SWT. dan berkewajiban mendidik dan mengarahkan umat manusia ke jalan yang diridhoinya.
Pendidik yang ketiga adalah orangtua.  Orangtua  adalah pendidik di lingkungan keluarga,  karena  secara  alami  anak-anak  pada  masa  awal  kehidupannya  berada  di tengah-tengah ayah dan  ibunya. Dari  merekalah  anak  menerima pendidikan.  Orangtua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula  menerima  pendidikan.  Dengan  demikian  bentuk  pertama  dari  pendidikan terdapat  dalam  kehidupan  keluarga.[4]
Karakteristik  orangtua  sebagai  pendidik  dalam  Al-Quran  digambarkan  seperti sosok Luqman sebagaimana surah Luqman (31) ayat 13 berikut.
Artinya : Dan Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat memberinya pelajaran, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah benar-benar kezaliman yang besar
Zakiyah  Daradjat et al mengemukakan bahwa tanggungjawab pendidikan Islam yang menjadi beban orangtua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan  dalam rangka :
1.  Memelihara dan membesarkan anak.
2.  Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah.
3.  Memberi pengajaran dalam arti yang luas.
4.  Membahagiakan anak, baik dunia maupun di akhirat.
Pendidik  keempat  adalah  guru.  Guru  adalah  pendidik  dalam  lemabga-lembaga pendidikan formal. Pada dasarnya guru adalah perpanjangan tangan dari orangtua yang mendapat amanah untuk mendidik anak. Sebagai pemegang amanah, guru bertanggung jawab  atas  amanah  yang  dibebankan  kepadanya,  sebagaimana  surah  An-Nisa  ayat  58 yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya  Allah  menyuruh  kamu  menyampaikan  amanah  kepada  yang berhak  menerimanya,  dan  apabila  kamu  menetapkan  hukum  di  antara manusia  maka  tetapkanlah  dengan  adil.  Sesungguhnya  Allah  memberi pengajaran sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat.”
Dalam konteks pendidikan islam, pendidik disebut murabbi, mu’allim, muaddib, mudarris, muzakki, dan ustaz.
a.       Murabbi
Murabbi berakar dari tiga kata pertama dari kata raba, yarbu yang  artinya zad atau nama (bertambah dan tumbuh), kedua dari kata rabiya, yarba yang artinya tumbuh (nasya’) dan menjadi besar (tarara’a), ketiga berasal dari kata rabba, yarubbu yang artinya memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Jadi, istilah murabbi sebagai pendidik mempunyai makna yang luas yaitu mendidik peserta didik supaya kemampuannya terus meningkat, memberikan bantuan terhadap peserta didik untuk mengembangkan potensinya, meningkatkan kemampuan peserta didik dari keadaan yang kurang dewasa menjadi dewasa dalam pola pikir, wawasan dan lain sebagainya, memperbaiki sikap dan tingkah laku anak dari yang tidak menjadi lebih baik. Pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tuanya dirumah yang berhak atas perkembangan dan pertumbuhan anak.
b.       Mu’allim
Kata mu’allim memiliki arti pengajar atau orang yang mengajar. Dalam proses pendidikan istilah pendidikan yang kedua yang dikenal sesudah al-tarbiyyat adalah ta’lim. Rasyid rida mengartikan al-ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu. Mu’allim adalah orang yang memiliki kemampuan unggul dibandingkan dibandingkan peserta didik, yang dengannya ia dipercaya mengantarkan peserta didik kearah kesempurnaan dan kemandirian.
c.       Mu’addib
Secara etimologi  mu’addib berasal dari kata addaba yang berarti memberi adab, mendidik.dalam kamus bahasa arab mu’addib mempunyai makna dasar yaitu pertama ta’adib berasal dari kata aduba, ya’dubu yang berarti melatih, mendisiplin untuk berprilaku yang baik dan sopan santun. Kedua berasal dari kata adaba, yadibu artinya mengadakan pesta atau penjamuan yang berarti berbuat dan berprilaku sopan. Ketiga berasal dari kata addaba yang berarti mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplin, dan memberikan tindakan. Sedangkan secara terminologi mu’addib adalah seorang pendidik yang bertugas untuk menciptakan suasana belajar yang dapat menggerakkan peserta didik untuk berprilaku atau beradab sesuai dengan norma-norma, tata susila dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat.
d.       Mudarris
Secara etimologi mudarris berasal dari kata darassa yang berarti mengajar, sementara mudarris berarti guru atau pengajar.  Sedangkan secara terminologi mudarris memiliki arti orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat dan minat dan kemampuannya.
e.       Mursyi
Secara etimologi berasal dari kata ‘allama yaitu mengajar, sementara mursyid memiliki persamaan  makna dengan al-dalil dan mu’allim yang artinya penunjuk, pemimpin, pengajar dan instruktur. Secara terminologi  adalah  salah satu sebutan pendidik/guru dalam pendidikan islam yang bertugas dalam membimbing peserta didik agar ia mampu menggunakan akal pikirannya secara tepat, dan mencapai kedewasaan berfikir.
f.        Muzakki
Secara etimologi  muzakki berasal dari kata zakka yang berarti nama , berkembang, tumbuh, dan bertambah. Arti lain dari zakka adalah mensucikan, membersihkan,  memperbaiki, dan menguatkan. Tazakka artinya tashaddaq yakni  memberi sedekah, berzakat, menjadi baik dan bersih. Azzakat sama artinya dengan al-thaharat dan al-shadaqat yakni kesucian, kebersihan, zakat. Secara terminologi adalah orang yang membersihkan, mensucikan, sesuatu agar ia menjadi bersih dan terhindar dari kotoran. Apabila dikaitkan dengan pendidikan isla, maka muzakki adalah pendidik yang bertanggung jawab untuk memelihara, membimbing, dan mengembangkan fitrah peserta didik, agar ia selalu berada dalam kondisi suci dalam keadaan taat kepada Allah swt dan terhindar dari perbuatan tercela.
Zakiyah  Daradjat mengemukakan  4  syarat  yang  harus  dimiliki  seorang  guru,
yaitu :
1.    Taqwa  kepada  Allah,  sebab  guru  adalah  teladan  bagi  muridnya  sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW. menjadi telah bagi umatnya.
2.    Berilmu, yang dibuktikan dengan adanya ijazah yang dimiliki.
3.    Sehat  jasmani,  karena  profesi  mengajar  memerlukan  tenaga  yang  cukup  besar dalam menghadapi beragam bentuk peserta didik.
4.    Berkelakuan  baik  dan  dapat  memberi  contoh  teladan  bagi  peserta  didik
bagaimana cara berprilaku.


Seorang guru seharusnya memiliki ciri :
1.  Mencintai jabatannya sebagai seorang guru
2.  Bersikap adil terhadap semua murid
3.  Berlaku sabar dan tenang
4.  Berwibawa
5.  Gembira dan menyenangkan
6.  Bersifat menusiawi
7.  Mampu bekerjasama dengan guru-guru yang lain
8.  Dapat bekerjasama dengan masyarakat
Islam memandang perbuatan mendidik sebagai perbuatan yang mulia. Pendidik merupakan  perpanjangan  tangan  Allah  SWT.  dan  Nabi  Muhammad  SAW.  dalam menyebarluaskan  ajaran-ajaran  Allah  di  muka  bumi,  sehingga  setiap  orang  yang mengambil pekerjaan pendidik akan mendapat tsawab (reward) dari Allah, dan sebaikbaik  pendidik  adalah  orang  yang  mengajarkan  Al-Quran,  sebagaimana  hadits  nabi Muhammad SAW.
 من تعلم القرأن وعلمه (رواه بخاري)خيركم
Artinya : “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al -Quran dan mengajarkannya”.
Kompetensi yang harus dimiliki guru
Menurut Asnawir, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu:
a)      Kompetensi dibidang kognitif yaitu kemampuan intelektual yang harus dimiliki oleh seorang guru yang mmeliputi penguasaan materi pelajaran, pengetahuan cara mengajar, tingkah laku individu, pengetahuan tentang administrasi kelas, penilaian cara menilai hasil belajar murid dan pengetahuan umum lainnya.
b)      Kompetensi  bidang sikap yaitu kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya meliputi menghargai pekerjaan, mencintai dan memiliki sifat senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, toleransi  dengan sesama, dan memiliki kemauan yang keras untuk mengetahui hasil pekerjaannya.
c)      Kopentensi perlaku yaitu kemampuan seorang pendidik  dalam berbagai keterampilan berprilaku, meliputi keterampilan megajar, membimbing, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul dan berkomunikasi dengan teman untuk menumbuhkan semangat belajar siswa.



















BAB III

PENUTUP


1 Kesimpulan

            Pendidik  dalam  Islam  adalah  semua  manusia  dewasa  yang  memiliki tanggungjawab  pendidikan. Seorang  Pendidik  profesional  memiliki  tugas  mengajak  manusia  untuk  tunduk dan patuh pada hukum Allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Selain itu  guru  memiliki  tugas  secara  khusus  sebagai  pengajar  (instruktur)  yang  bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun dan penilaian  setelah  program  tersebut  dilaksanakan;  sebagai  pendidik  yang  mengarahkan peseta didik pada tingkat kedewasaan; sebagai pemimpin (manajerial)  yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat terkait.

2 Saran

Demikian makalah ini penulis buat, jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyampaiannya, penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca. Atas kritikan dan saran dari pembaca penulis ucapkan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA


1.      Ahmad Tafsir, 2006, Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2.      Ramayulis Dkk2009, Filsafat Pendidikan IslamJakarta: Kalam Mulia.
3.      Daradjat, Zakiyah et al, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
4.      Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.








[1] Prof. Dr. Ahmad Tafsir,Filsafat Pendidikan Islami,Bandung,  Remaja Rosdakarya, 2006, hlm. 170.
[2] Ramayulis, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:kalam mulia.2009), h. 138
[3] Dikutip dari Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2008, hlm. 58.
[4] Zakiyah Daradjat et al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992, hlm. 35.

METODELOGI PENELITIAN



KATA PENGANTAR                                                   
Ii

DAFTAR ISI                                               
Iii
BAB I PENDAHULUAN
1
A.      Latar Belakang Masalah                                            
1
B.      Rumusan Masalah                                 
1
C.      Tujuan Penulisan Makalah                                         
1
BAB II PEMBAHASAN
2
A.      Pengertian Investigasi Ilmiah                                  
2
B.      Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah
2
C.      Keterbatasan Penelitian Ilmiah Dalam Bidang Manajemen
3
D.      Rintangan Sains Dalam Penelitian
5
E.       Metode Hipotesis- Deduktif
6
BAB III PENUTUP                                                                               
7
KESIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA                                                                                               
8





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan memutlakkan adanya kegiatan penelitian. Tanpa penelitian itu ilmu pengetahuan tidak dapat hidup.
Pada pokoknya kegiatan penelitian merupakan upaya untuk merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan jalan menemukan fakta-fakta dan memberikan penafsirannya yang benar. Tetapi lebih dinamis lagi penelitian dilakukan terus menerus untuk memperbaharui lagi kesimpulan yang telah diketemukan. Tanpa usaha penelitian itu ilmu pengetahuan akan berhenti, bahkan akan surut ke belakang.
Ilmu pengetahuan berkembang atas dasar dilakukannya penelitian sedangkan penelitian masalah bagi suatu penelitian tergantung dari suatu kepentingan tertentu. Maka sebelum melakukan penelitian perlu diberi kejelasan nilai.
B.     Rumusan Makalah
1.      Apa pengertian Investigasi Ilmiah ?
2.      Sebutkan Ciri-Ciri Penelitian Ilmiah!
3.      Jelaskan Langkah Metode Hipotesis – Deduktif !
4.      Sebutkan Contoh Penerapan Metode Hipotesis– Deduktif Dalam Organisasi !

C.     Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Investigasi Ilmiah
2.      Untuk mengetahui kerangka berfikir secara ilmiah
3.      Untuk mengetahui struktur penelitian ilmiah
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Investigasi Ilmiah
Penelitian Ilmiah, Menurut :
Menurut Sekaran ( 2006:4) Istilah penelitian ilmiah mengacu, baik pada penelitian dasar maupun terapan. Penelitian terapan boleh atau tidak boleh digeneralisasikan pada organisasi lain, tergantung pada tingkat dimana perbedaan-perbedaan dapat eksis dalam faktor-faktor seperti ukuran, sifat kera, karakteristik karyawan dan struktur organisasi.
Investigasi Ilmiah menurut kami, Penelitian ilmiah adalah suatu penyelidikan yang terorganisasi dengan menggunkan metode ilmiah. Dalam penelitian ilmiah ini selalu ditemukan dua unsur penting, yaitu unsur pengamatan (observasi) dan unsur nalar (reasoning). Unsur pengamatan merupakan pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu yang diperoleh melalui kerja mata dengan penggunaan persepsi. Nalar adalah suatu kekuatan arti dari fakta-fakta, hubungan dan interelasi terhadap pengetahuan yang timbul.
B.     Ciri-ciri Penelitian ilmiah
Sekaran ( 2006 : 29 ) Mengatakan Ciri-ciri dari penelitian Ilmiah ada 8, yaitu sebagai berikut:
1.      Tujuan Jelas
       Manajer memulai penelitian dengan sebuah sasaran atau tujuan yang jelas. Fokusnya adalah meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi disamping manfaat lain penelitian tersebut dalam banyak bidang.
2.      Tepat
       Dasar teori yang baik dan desain metodologi yang tepat akan menambah ketepatan pada sebuah studi denag tujuan yang jelas. Ketepatan mengandung arti kehati-hatian, kecermatan, dan tingkat ketelitian dalam investigasi penelitian.
3.      Dapat Diuji
Penelitian ilmiah menguji secara logis hipotesis yang disusun untuk melihat apakah data mendukung perkiraan atau hipotesis yang dibuat setelah studi yang mendalam terhadap situasi masalah.

4.      Dapat Ditiru
 Hasil uji hipotesis harus didukung ketika jenis penelitian serupa diulangi dalam keadaan lain yang mirip. Dengan kata lain, hipotesis kita tidak hanya bersifat kebetulan, tetapi merupakan refleksi dari keadaan populasi yang sebenarnya.
5.      Ketelitian dan Keyakinan
       Ketelitian mengacu pada kedekatan temuan dengan realitas berdasarkan sebuah sampel. Keyakinan mengacu pada probabilitas ketepatan estimasi kita. Karena itu, tidaklah cukup hanya teliti, tetapi juga penting kuta dapat meyakinkan dan menegaskan bahwa 95% waktu hasil kita benar dan hanya 5% kemungkinan salahnya.
6.      Objektivitas
       Kesimpulan yang ditarik dari interpretasi hasil analisis data harus objektif; yaitu, harus berdasarkan fakta-fakta dari temuan yang berasal dari data aktual, dan buakn nilai-nilai subjektif atau emosional kita.
7.      Dapat Digeneralisasi
       Dapat digeneralisasi mengacu pada cakupan penerapan temuan penelitian dalam satu konteks organisasi ke konteks organisasi lainnya.semakin luas jangkauan penerapan solusi yang dihasilkan oleh penelitian, semakin berguna penelitian tersebut bagi para pengguna.
8.      Hemat
       Kesederhanaan dalam menjelaskan fenomena atau persoalan yang muncul, dan dalam menghasilkan solusi masalah, selalu lebih disukai untuk kerangka penelitian yang kompleks yang meliputi jumlah faktor yang tak dapat dikendalikan.

C.     Keterbatasan Penelitian Ilmiah Dalam Bidang Manajemen
       Dalam bidang manajemen dan ilmu sosial, tidak selalu mungkin untuk melakukan investigasi yang 100% ilmiah, dalam arti bahwa, tidak seperti dalam ilmu pasti, hasil yang diperoleh tidak akan eksak dan bebas kesalahan. Dikarenakan kesulitan yang dihadapi dalam pengukuran dan pengumpulan data dalam bidang subjektif seperti perasaan, emosi, sikap dan persepsi. Kesulitan juga mungkin dijumpai dalam mendapatkan sampel yang mewakili, yang membatasi generalisasi temuan.

D.    Rintangan Sains Dalam Penelitian
       Sekaran ( 2006 : 36 ) Mengatakan terdapat beberapa rintangan sains dalam penelitiannya, sebagai berikut :
1.      Identifikasi Masalah
       Adalah suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah yang di mana suatu objek tertentu dalam situasi tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah.
2.      Kerangka teoritis
       Adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktorfaktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.
3.      Hipotesis
       Hipotesis merupakan jawaban jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.

4.      Gagasan
       Yang mendasari pembuatan sebuah paragraf. Ide pokok inilah yang kemudian dikembangkan lagi oleh ide pendukung/penjelas sehingga menjadi paragraf yang utuh.
5.      Desain Penelitian
       Adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar – ancar kegiatan yang akan dilaksanakan.
6.      Pengumpulan Data
       Menurut ahli metode pengumpulan data berupa suatu pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya.
7.      Analisis Data
       Diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.


8.      Interpretasi Data
       Merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan hasil analisis dengan pernyataan, kriteria, atau standar tertentu untuk menemukan makna dari data yang dikumpulkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian yang sedang diperbaiki.
E.     Metode Hipotesis- Deduktif
Terdapat Tujuh Langkah Metode Hipotesis Deduktif menurut Sekaran ( 2006 :  39), sebagai berikut :
1.      Pengamatan
       Adalah tahap pertama dimana seseorang merasakan bahwa perubahan tertentu sedang terjadi, atau bahwa perilaku, sikap dan perasaan baru sedang mengemuka dalam suatu lingkungan.
2.      Pengumpulan Informasi Awal
       Meliputi mencari informasi secara mendalam mengenai hal yang diamati.
3.      Perumusan Teori
       Yaitu usaha untuk menggabungkan semua informasi dalam cara yang logis, sehingga faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah dapat dikonseptualisasi dan diuji.
4.      Penyusunan Hipotesis
       Adalah langkah logis selanjutnya setelah perumusan teori.
5.      Pengumpulan Data Ilmiah Lebih Lanjut
       Setelah menyusun hipotesis, data yang terkait dengan setiap variable dalam hipotesis perlu dikumpulkan.
6.      Analisis Data
       Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistik untuk melihat apakah hipotesis terbukti.
7.      Deduksi
       Adalah proses tiba pada kesimpulan dengan menginterpretasikan arti dan hasil analisis data.

BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
       Dalam bab ini kami memperoleh pemahaman umum tentang apa yang merupakan penelitian ilmiah yaitu rangkaian pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi dan melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena dan mengetahui ciri investigasi ilmiah. Kami juga membahas tentang keterbatasan penelitian ilmiah dalam bidang manajemen.
      Dalam bab ini, kami juga secara singkat menyinggung tentang rintangan sains dalam penelitian.
















DAFTAR PUSTAKA

Sekaran, Uma (2006). Research Methods For Business; ( Metode Pelenilitian Untuk Bisnis ),4thEdition, Jakarta Selatan : Salemba, Empat.