Minggu, 21 Mei 2017

MAKALAH USHUL FIQIH MUSYTARAK

MAKALAH USHUL FIQIH
MUSYTARAK


















Di susun oleh :
Muhammad Farhan Sahlani
Kelas : TARBIYAH/PAI II D
Dosen Pengampu : Nur syamsyi., S.Hi., M.Ag



INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
JLN. MUKHTAMAR NU XIXIX NO. 1 CIPASUNG SINGAPARNA KAB. TASIKMALAYA
TAHUN 2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua khususnya kepada pembuat makalah ini, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini guna melengkapi tugas salah satu mata kuliah yang saat ini kami tempuh.
Kami sampaikan terima kasih kepada orang tua, dosen, teman-teman, dan semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah menyumbangkan energi dan pikirannya dalam penyusunan makalah ini sehingga bisa tersusun dengan waktu yang telah di tentukan.
Kami sebagai penyusun makalah yang berjudul “Mustarak” ini sangat menyadari adanya kekurangan yyang termuat dalam makalah, tak ada kata sempurna tertera pada makalah ini karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Semoga hadirnya makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa Institut Agama Isalm Cipasung.











Penulis



Cipasung, 8Maret 2017



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
LATAR BELAKANG........................................................................................................ 1
RUMUSAN MASALAH ................................................................................................... 1
TUJUAN PENULISAN..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
PENGERTIAN MUSYTARAK......................................................................................... 2
SEBAB-SEBAB TIMBUL NYA MUSYTARAK............................................................. 2
HUKUM LAFADZ MUSYTARAK DAN DALALAH NYA.......................................... 3
PENUTUP .......................................................................................................................... 4
KESIMPULAN .................................................................................................................. 4
DAFTAR  PUSTAKA........................................................................................................ 5












BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Ilmu ushul fiqh sebenarnya merupan ilmu yang tdak bisa diabaikan oleh seorang Mujtahid dalam upayanya member penjelsan mengenai nash-nash syariat ialam dan dalam menggali hukum islam yng tidak terdapat nash padanya. Ia juga merupakan ilmu yang diperlukan bagi seorang Hakim (Qadhi) dalam usaha memahami materi secara sepurna.
Kaidah-kaidah pokok bahasa juga dibahas dalam ilmu ushul fiqh. Dalam bagian ini tampaknya ketelitian untuk para pengaji untuk memahami nash-nash, dan ketelitian bahasa arab dalam dalalahnya kpada beberapa makna yang dikandungnnya.
Dengan adananya kemampuan ini para ualam syariat dapat menggali hukum-hukum syariat islam dari beberapa nashnya yng meskipun mempunyai makna yang ganda. Dan dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan tersebut dalam rangka menjelaskan tenteng hukum-hukum syariat islam, walaupun mempuanyai arti yang ganda atau bahkan lebih banyak.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian lafadz musytarak ?
2.      Bagaimana sebab timbulnya lafadz musytarak ?
3.      Bagaimana hukum lafadz musytarak dan dalalahnya?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Agar dapat mengetahui Pengertian Musytarak Wa Dilalatuhu.
2.      Agar dapat mengetahui Penyuguhan dan Menganalisa contoh-contoh Musytarak.
3.      Agar dapat mengetahui Dalalah Musytarak


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MUSTARAK
Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang banyak pula. Seperti lafadz (السنة  ) (tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz ( اليد ) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan dan juga bisa berarti tangan kiri.
Al-musytarak juga bisa berarti suatu lafadz yang mempunyai dua arti atau lebih dengan kegunaan yang banyak yang dapat menunjukkan arti ini atau arti itu. Seperti lafadz ( العين ) yang bisa berarti mata, sumber mata air, dan reserse (mata-mata).
Musytarak adalah suatu lafadz yang mempunyai dua arti yang sebenarnya dan arti-arti tersebut berbeda-beda. Apabila arti yang sebenarnya hanya satu dan yang lain majaz, maka tidak tidak dikatakan musytarak. Umumnya ulama ushul, menepatkan lafadz musytarak ini pada kelompok al-khash,  dan  al-‘am yaitu dilihat dari segi penetapan lafadz bagi suatu makna.
Adapun yang dimaksud dengan lafadz musytarak sebagai mana dijelaskan oleh Abu Zahra adalah ;
Musytarak ialah suatu lafadz yang menunjukan kepada pengertian ganda atau lebih dengan penggunaan berbeda.
Lafadz disebut musytarak disyaratkan dua hal yaitu : terdapat beberapa penerapan suatau lafadz dab juga terdapat pengertian dari lafadz diterapkan dua kali atau lebih untuk dua pengertian atau lebih.
Istirak atau persekutuan makna terjadi dengan banyaknya makna yang ditetapkan pada lafadz dengan penetaapan yang beragam, sedangkan keumuman terjadi dengan dalalah lafadz terhadap liputan seluruh sataun-satuan yang mengenainya tanpa suatau pembatasan, sementara krkhususan terjadi dengan dalalah lafadzterhadap suatu atau sejumlah satuan yang terbatas yang mengenainya tanpa keseluruhan
Jadi, lafadz musytarak dapat diartikan lafadz yang diletakan untuk dua makna atau lebih dengan peletakan nag bermacam-macam, diman lafadz itu menunjukan makna yang ditetapkan secara bergantian, artinya lafadz itu menunjukan makna ini atau makna itu. Sebagaimana lafadz ain ditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan mata-mata. Lafadz al-quru ditetapkan dalsm bahasa, untuk pengertian suci dan haidh.
Ketika kita menjumpai suatu lafdz dalam Al-Quran dan ditemukan pemaknaan yang berbeda dari referensi satu dengan referensi yang lain maka lafadz tersebut teramsuk lafadz musytarak. Untuk memilih makna lafadz yang lebih sesuai dengan lafadz  yang lebih sesuai dengan lafadz tersebut maka jalan yang lebih utamaadalah mengambil pemaknaansecara syar’I bukan lugowi, yang akan diuraikan lebih mendalam.
B.     SEBAB – SEBAB TIMBUL NYA MUSYTARAK
Sebab-sebab adanya lafadz musytarak dalam bahsa banyak sekali, diantaranya yang terpenting ialah perbedaan kabialh dalam mempergunakan lafadz untuk menunjukan kepada beberapa makna. Sebagian kabilah memutlakan lafadz yad pada seluruh hasta sebagian kabilah yang lai memutlakan lafadz yad  pada pada lengan dan telapak tangan. Dan sebagian kabilah yang lain memutlakannya pad atelapak tangan secara khusus. Selanjutnya para ulama mengutip bahasa menetapkan bahwasanya tangan dalam bahasa arab adalah lafadz musytarakantara pengertian yang tiga tersebut. Dimana sebabnya lagi ialah penetapan suatu lafadz itu diperguanakan tidak pada pebnetapannya secara majas
Apapun yang menjadi sebab persekutuan makna dalam lafadz menurut bahasa, maka sesungguhnya lafadz yang musytarak antara dua makna atau lebih tidaklah sedikit didalam bahasa, dan terdapat dalam nash-nash syar’iyyah, baik ayat-ayat Al-Quran maupun hadits Rasulullah.
Timbulnya lafadz musytarak :
·         Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz untuk menunjukkan beberapa arti. Suku bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu golongan Adnan dan golongan Qathan. Masing-masing golongan ini terdiri dari suku yang bermacam-macam dan dusun yang terpencar-pencar yang berbeda-beda tempat dan lingkungannya. Kadang-kadang suatu suku membikin nama untuk suatu pengertian. Kemudian suku lain menggunakan nama tersebut untuk sesuatu pengertian lainnya yang tidak dimaksud oleh suku pertama. Kadang-kadang antara kedua pengertian itu tidak ada sangkut pautnya. Tatkala bahasa Arab diambil orang lain dan dibukukan kedua pengertian itu diambil begitu saja tanpa memperhatikan hubungannya dengan suku yang membikinnya semula. Misalnya sebagian suku mengartikan ( اليد ) dengan keeseluruhan hasta (tangan), yang lain mengartikan ( اليد ) dengan lengan tangan atau tapak tangan. Dan yang lain lagi mengartikan dengan tapak tangan saja. Maka para ahli bahasa menetapkan bahwa ( اليد ) menurut bahasa Arab adalah lafadz yang mempunyai tiga arti yaitu lafadz yang digunakan untuk arti secara hakikat, kemudian digunakan untuk arti lain secara majaz.
·         Antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Karenannya, satu lafal bisa digunakan untuk kedua pengertian tersebut. Inilah yang disebut isytirak ma’ani (persekutuan batin ). Kadang-kadang lantas orang melupakan arti yang dapat mengumpulkan kedua pengertian tersebut, dan disangkanya hanya isytirak lafzi (persekutuan) lafal saja. Sebagaimana lafal qur’un yang artinya semula ialah waktu tertentu. Karennya  malaria disebut qur’un, karena mempunyai waktu yang tertentu. Orang perempuan dikatakan mempunyai qur’un sebab ia mempunyai datang bulan yang tertentu dan waktu suci yang tertentu. Arti dasar yang menghubungkan berbagai-bagai pengertian qur’un ialah waktu yang tertentu  (isytirak ma’nawi). Tetapi arti yang menghuungkan arti ini kemudian dilupakan, sehingga tidak dikenal hubungannya suci dan datang bulan dan dinamaknnya isytirak lafzi.
·         mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti yang lain dengan jalan majaz, karena adannya ‘alaqah (hubungannya). Alaqah ini dilupakan dan kemudian hilang maka disangka kata tersebut digunakan untuk kedua arti yang sebenarnya (haqiqi) tanpa mengetahui adannya alaqah tersebut.

C.  HUKUM LAFADZ MUSYTARAK DAN DALALAH NYA
Maksud dari pada syari’at ialah agar kita beramal menurut ketentuan arti lafal-lafal yang datang daripadanya. Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari arti-arti lafal musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya. Apabila  ada lafal musytarak tanpa penjelasan, padahal yang dikehendaki oleh salah satu artinya maka dengan sendirinya lafal musytarak tersebut ditinggalkan. Sebab tidak mungkin kita bisa beramal sesuai dengan petunjuknya (lafal musytarak) selama kita tidak mengetahui maksud sebenarnya. Berhubung dengan itu, tiap-tiap lafal musytarak yang datang dari syari’at tentu disertai qarinah, baik qawliah (perkataan) atau haliyah (keadaan/suasana).
Contoh:
وَالْمُطَلٌقَاتُ يَتَرَبَّصُنَ بِاَنْفُسِهِيْنَ ثَلَاثَةُ قُرُؤٍ     
(Al Baqarah228) البقرة
Artinya: Isteri-isteri yang diceraikan, hendaklah berdiam diri (beribadah) tiga kali suci.
Lafal Qur’un mempunyai dua arti, yaitu datang bulan (haid) dan suci. Mana yang dikehendaki ayat tersebut dari kedua arti ini. Yang dikehendaki ialah datang bulan menurut satu pendapat. Keterangannya adalah  sebagai berikut:
Sebagaimana yang telah diterangkan diatas, bahwa arti qur’un semula ialah waktu yang tertentu. Waktu yang tertentu hanya terdapat dalam hal-hal yang bergiliran, yang datang kepada keadaan yang asal (pokok). Maka yang bergiliran disini tidak hanya lain hanya datang bulan, sebab suci adalah keadaan yang asal. Dapat pula ditambahkan keterangannya:
·         Maksud ‘Iddah ialah untuk mengetahui tentang tidak adannya kandungan. Tidak adannya kandungan hanya dapat diketahui dengan adannya datang bulan.
·         Qur’an tidak bisa menyebutkan hal-hal yang kurang baik di dengar.
Dari contoh di atas kita mengetahui bahwa yang dimaksud lafal Musytarak di sini hanya satu arti saja. Qarinah di sini ialah haliyyah (keadaan).
Contoh lain :
Kata yad (tangan) dalam firman Allah SWT:

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا اَيْدِيَهُمْ     ) المعدة : 38(
Artinya:
laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri, potonglah tangan keduannya “ (QS Al-Maidah: 38)

Kata tersebut adalah musytarak antara dzira’ (dari ujung jari hingga ujung bahu), antara telapak tangan dan lengan (dari ujung jari sampai dengan siku) dan antara tangan kiri dan kanan. Jumhur mujtahid beristidlal dengan sunnah amaliyyah untuk menentukan yang dimaksud dengan tangan ayat itu, yakni dari ujung jari sampai dengan dua pergelangan pda tangan kanan.
Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu, karena sebenarnya suatau lafadz tidaklah dikehandaki oleh syar’I kecuali pada satu makna saja dari beberapa maknanya, penetapannya untuk beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukaran makna, artinya bahwa lafadz itu adakalanya menunjukan arti itu.
Demikian pula halnya dalam nash perundang-undangan hukum positif, apabila lafadz musytarak di dalamnya antara sejumlah makna kebiasaan, dan pembuat undang-undang tidak menjelaskan makna yang dikehendaaki dari lafad itu, maka wajib dilakukan ijtihatuntuk menenukan maknanya. Tidaklah sah memaksudkan lebih dari satu makna pada lafadz musytarak yang terdapat dalam nash, karena lafadz musytarak tidaklah ditetapkan kecuali untuk satu makna saja, akan tetapi satu makna itu berkisar antara dua makna atau lebih.
Jika lafadz musytarak yang ada dalam nash syara’ itu musytarak antara makna kebahasaan dan makna terminologis syar’i, maka wajib dimaksudkan sebagai maknanya yang bersifat terminologis syar’i. kata shalat misalnya ditetapkan menurut bahasa untuk pengertian do’a, dan ia ditetapkan menurut syara’ untuk ibadah tertentu. Maka dalam firman Allah SWT :
Artinya : “ dirikanlah shalat”
Yang dimaksud dari lafadz itu adalah maknanya yang bersifat syar’i, yaitu ibadah tertentu. Bukan makna kebahasaanya, yaitu do’a. kata Thalaq ditetapakan menurut bahasa untuk melepaskan ikatan saja,dan menurut syara’ ia diletakkan untuk pelepasan ikatan pernikahan yang shahih.
Maka yang dikehendaki adalah makna secara syar’i bukan makna secara bahasanya saja.
Demikianlah lafadz mustarak antara makna lughowi dan makna secara syar’i apabila dalam nash syar’i, maka maksud syar’i dari lafadz itu adalah makna yang ditetapkan-Nya untuknya. Sebab ketika lafadz tersebut telah diindahkan dari pengertaian kebahasaanya kepada pengertian khusus yang dipergunakannya, maka lafadz itu dalam bahsa syar’i tertentu dalalahnya atas pengertian yang ditetapakan syar’i kepadanya , demikian pula dalam nash perundang-undangan hokum positif,  apabila lafadz  yang ada dalam nash mempunyai dua makna yaitu  makan dalam bahasa dan makan dalam terminologi perundang-undangan, maka wajilah yang dikehendaki adalah pengertian yang bersifat perundang-undangan, bukan kebahasaan, karena sebab yang telah kami jelaskan.
Apabila lafadz musytarak dalam nash syar’i adalah musytarak antara sejumlah mskna kebahasaan, mska wajib dilakukan ijtihat untuk menentukan makna yang dikehendaki darpadanya, karena syar’i tidaklah menghendaki pada suatu lafadz kecuali salah satu makna saja. Dan seorang mujtahid berkewajiban untuk mengambil penunjuk dengan berbagai qarinah dan tanda-tanda serta dalil-dalil untuk menetukan maksudnya itu.
Hal-hal diatas dilakukan untuk tidak menimbulkan kebingungan pada masyarakat awam jika menjumpai lafadz mustarak. Tidaklah sah menghendaki suatu lafadz musytarak dengan dua makna atau lebih secara sekaligus, sekiranya hukum yang ada dalam satu waktu karena sebenarnya suatu lafadz tidaklah dikehendaki oleh syar’i kecuali padasatu makna saja dari beberapa maknanya. Penetapannya untuk beberapa makna hanyalah dalam rangka pertukatan makna, artinya bahwa lafadz itu adakalanya menunjukan arti itu. Adapun penunjukannya terhadap arti ini dan arti itub sekaligus dalam satu waktu.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Al-Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan kegunaan yang banyak pula. Seperti lafadz (السنة  ) (tahun) yang bisa berarti tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz ( اليد ) (tangan) yang bisa berarti tangan kanan dan juga bisa berarti tangan kiri.
Timbulnya lafadz musytarak dikarenakan Perbedaan beberap suku di dalam lafadz-lafadz untuk menunjukkan beberapa arti. Suku bangsa arab terdiri dari dua golongan yaitu golongan Adnan dan golongan Qathan. Dan  antara kedua pengertian terdapat arti dasar yang sama. mula-mula sesuatu lafal digunakan untuk sesuatu arti, kemudian berpindah kepada arti yang lain dengan jalan majaz,
Lafal Musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu. (dari arti-arti lafal musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya.


DAFTAR PUSTAKA
Karim, Syasi’i. Fiqih Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia. 1997.
Wahab Khallah, Abdul. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama. 1994.
Wahab Khallaf, Abdul. Kaidah-kaidah Hukum islam.  Jakarta: PT Raja Grafindo. 1996.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar